Makalah Perpajakan
Dini Setyawati | 150401020027
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Progam Studi Pendidikan Ekonomi
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Segenap warga negara berperan dalam menghimpun dana
Pembangunan Nasional Salah satu caranya adalah dengan memenuhi
kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea Materai terhadap dokumen-dokumen
tertentu yang digunakan oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum. Bea Materai
yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea Materai 1921 (Zegelverordening 1921) sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir dengan UU
No. 13 Tahun 1985. Bea Materai adalah
pajak atas dokumen seperti yang telah disebutkan dalam Undang-undang Bea
Materai. Benda materai adalah materai
tempel dan kertsa materai yang dikelarkan oleh pemerintah republik Indonesia.
Banyak masyarakat yang belum mengerti benar akan maksud dari
penggunaan Bea Materai, sehingga menimbulkan pelanggaran dalam
pengenaan Bea Materai. Sehubungan dengan hal itu, perlu diadakan
pengaturan kembali tantang Bea Materai yang lebih bersifat sederhana dan mudah
dilaksanakan oleh masyarakat. Yang menjadi objek Bea Materai adalah
dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang: perbuatan, keadaan/kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan. Tidak semua dokumen dikenakan Bea Materai, adapun
dokumen yang tidak dikenakan bea materai adalah dokumen yang berupa surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang ditulis diatas dokumen surat
penyimpanan barang, konosemen dan surat angkutan penumpang dan barang, bukti
untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat pengiriman
barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-surat lainnya yang dapat
disamakan dengan surat-surat di atas dan segala bentuk ijazah.
Walaupun di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1983 yang
operasionalnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang
tarif bea materai telah menjelaskan secara rinci tentang dokumen yang wajib
atau tidak wajib diberi materai, namun masih saja terdapat pelanggaran dalam
penggunaan Bea
Materai. Pelanggaran Bea Materai ringan
seperti kurang materai tempel dapat dilakukan dengan pemetraian kemudian. Namun pemalsuan atau perbuatan dengan sengaja
membuat atau meniru Bea Materai merupakan tindakan melanggar hukum yang dapat
dituntut secara pidana.
2.1 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Pengertian Bea Materai?
2. Bagaimana Sejarah Materai?
3. Apa dasar hukum Bea Materai?
- Apa
objek dan bukan objek Bea Materai?
- Bagaimana Sanksi Pidana?
3.1 TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui Bea Materai
2. Untuk mengetahui Sejarah Materai
3. Untuk mengetahui Apa dasar hukum Bea
Materai
4. Untuk mengetahui Apa objek dan bukan
objek Bea Materai
5. Untuk mengetahui Sanksi Pidana
BAB II
PEMBAHASAN
"Bea
Materai
adalah pajak tidak langsung yang dipungut secara insidentil (sekali pungut)
atas dokumen yang disebut oleh Undang-Undang Bea Materai yang digunakan
masyarakat dalam lalu lintas hukum sehingga dokumen tersebut dapat digunakan
sebagai alat bukti dimuka pengadilan."
Dengan
kata lain, Bea Materai
adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian,
akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah
uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan dan dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Beberapa istilah
terkait Bea Materai:
1. Dokumen adalah kertas yang berisikan
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan
2. Benda materai adalah materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
3. Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana
lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tandatangan atau
cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan.
4. Pemateraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat
Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya.
5. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos
dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
Sebelum diundangkan UU No 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
(UUBM), pengenaan Bea Meterai diatur dalam
Aturan Bea Meterai 1921(Zegelverordening 1921) (staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) sebagaimana
telah beberapa kali telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Prp
Tahun 1956 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan
menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1969 (Lembaran Negara
Tahun 1969 Nomor 38), yakni ditetapkan menurut luas kertas dan Bea Meterai
sebanding.
Selanjutnya untuk kesederhanaan dan kemudahan pemenuhan Bea Meterai, pelunasannya cukup dilakukan dengan menggunakan meterai tempel dan kertas meterai dengan tarif tetap, sehingga masyarakat tidak perlu lagi datang ke Kantor Direktorat Pajak untuk memperoleh Surat Kuasa Untuk Menyetor (SKUM)
Selanjutnya untuk kesederhanaan dan kemudahan pemenuhan Bea Meterai, pelunasannya cukup dilakukan dengan menggunakan meterai tempel dan kertas meterai dengan tarif tetap, sehingga masyarakat tidak perlu lagi datang ke Kantor Direktorat Pajak untuk memperoleh Surat Kuasa Untuk Menyetor (SKUM)
Pengenaan Bea Materai di Indonesia sudah mulai
dikenal sejak tahun 1817, yaitu pada masa penjajahan Belanda, yang
disebut De Hetting Van Het Recht Kleinnegel. Tahun 1885 aturan pengenaan
Bea Materai di atas tersebut diganti dengan Ordonantie Op De Heffing Van
Het Legel Recht In Nederhlands Indie dan berlaku sampai tahun 1921.
Sejak tahun 1921, berlaku aturan Bea Materai 1921
(Zegel Verordening 1921), yang mengalami beberapa perubahan, yaitu menjadi UU
No. 2 Tahun 1965, dan kemudian ditetapkan menjadi UU No. 7 Tahun 1969. Dimana
Undang-undang ini sifatnya perubahan atau penyempurnaan dari aturan Bea Materai
1921. Selanjutnya, sejak pemerintahan Orde Baru tahun 1966 banyak
kebijakan-kebijakan baru / dilakukannya reformasi di bidang perpajakan, yaitu
dengan dibentuknya beberapa Undang-undang pajak pada umumnya, diantaranya ialah
Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai, yang merupakan pengganti
dari aturan Bea Materai tahun 1921. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 disahkan
& diundangkan di Jakarta pada Tanggal 27 Desember 1985 dan dinyatakan mulai
berlaku Tanggal 1 Januari 1986. Latar belakang perlu dibentuknya Undang-undang
ini ialah sesuai dengan yang terdapat pada konsideran UU No. 13 Tahun 1985 itu
sendiri.
Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang
semakin maju & kompleks, pemerintah kemudian mengatur lebih jauh mengenai
tarif Bea Materai. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 13 Tahun
1985. Berdasarkan pasal tersebut, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun1995 Tentang Perubahan tarif Bea Materai, yang mana PP tersebut diganti
dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Bea Materai dan
besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Matera, yang masih
berlaku sampai sekarang.
1. Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan
Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Materai.
3. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Materai Tempel
Tahun 2005
4. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Materai dengan
Menggunakan Cara Lain.
5. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai dengan
membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
6. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai dengan
membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Teknologi Percetakan.
7. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai dengan
membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Sistem Komputerisasi.
8. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Materai dengan
Cara Pemeteraian Kemudian.
9. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemateraian
Kemudian.
10.
Surat Edaran
Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Materai.
2.4.1 OBJEK BEA MATERAI
Pada
prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah
tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka
pengadilan, antara lain :
1) Surat
perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat
hibah, surat pernyataan)
yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
2) Akta-akta
notaris termasuk salinannya.
3) Akta-akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
4) Surat
yang memuat jumlah atau harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing
5) Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep .
6) Efek dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
7) Surat-surat biasa dan surat-surat
kerumah tanggaan serta surat-surat uang semula tidak dikenakan bea materai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, lain dari maksud semula, yang akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan.
8) Cek dan bilyet giro.
2.4.2 BUKAN OBJEK BEA MATERAI
Pada umumnya dokumen yang tidak dikenakan Bea
Materai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan,
berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara. Berdasarkan pasal 4 UU
No. 13 Tahun 1985 dokumen yang tidak dikenakan Bea Materai antara lain adalah :
1. Dokumen yang berupa
:
a. Surat penyimpanan barang
b. Konosemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan pemindahan yang dituliskan di
atas dokumen suratpenyimpanan barang, konosemen, dan suratangkutan penumpang
dan barang
e. Bukti untuk pengiriman barang untuk dijual
atas tanggungan pengirim
f. Surat pengiriman barang untuk dijual atas
tanggungan pengirim
g. Surat-surat lainnya yang dapat disamakan
dengan surat-surat di atas.
2. Segala bentuk
Ijazah.
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang
tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta
surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti
penerimaan uang Negara dan kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank.
5. Kwitansi untuk semua jenis pajak dan untuk
penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas Negara, kas
pemerintah daerah dan bank.
6. Tanda penerimaan
uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran
uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badaSn-badan lainnya
yang bergerak di bidang tersebut.
8. Surat gadai
yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
9. Tanda pembagian
keuntungan atau bunga dan efek, dengan nama dan bentuk apapun.
1. Sanksi denda
Pelunasan Bea Materai terhadap konsumen yang
besarnya Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya
dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Materai yang tidak atau
kurang dibayar, yang harus dilunasi oleh pemegang dokumen dengan cara
pemateraian kemudian.
2. Sanksi administrasi
Sanksi administrasi dikenakan kepada Pejabat
Pemerintah, Hakim, Panitera, Jurusita, Notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya melakukan hal-hal:
a. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen
yang Bea Materainya tidak atau kurang dibayar.
b. Melekatkan dokumen yang Bea Materainya tidak
atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan.
c. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau
petikan dan dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dibayar.
d. Memberikan keterangan atau catatan pada
dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Materainya.
3. Sanksi pidana
Berdasarkan Pasal 14 UU No. 13 Tahun 1985, bahwa
Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelunasan Bea Materai tanpa izin menteri
keuangan, yang akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik atau yang
menggunakannya, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian bagi Negara, dapat
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun.
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu Bea Materai merupakan pajak yang dikenakan
atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi
pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal
diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan dan dokumen yang digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan.
Bea
materai digunakan untuk dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penerimaan
uang, ataupun untuk surat-surat berharga yang penggunaannya telah diatur oleh
menteri keuangan, adapun jenisnya berupa materai tempel dengan nominal Rp. 3.000,00
dan Rp. 6.000,00 maupun materai kertas yang biasanya digunakan untuk surat
berharga seperti surat tanda tamat belajar maupun akta tanah.Penggunaan bea
materai dalam dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai alat pengesahan dokumen
tersebut.
Bea Materai merupakan pajak yang dikenakan
atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi
pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal
diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan dan dokumen yang digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan.Sebagai warga Negara yang baik kita harus
mengerti tentang Bea Materai, serta dapat menggunakannya sesuai aturan yang
berlaku agar tidak terkena sanksi nantinya
DAFTAR PUSTAKA
Susyanti,
Jeni dan Ahmad Dahlan.2015.Perpajakan.Malang:Empatdua
Media.
Mardiasmo.2011.Perpajakan
Edisi Revisi.Yogyakarta:Andi.
Objek Bea Meterai -
Penjelasan Umum Tarif.
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=meterai, Diakses 30 Mei 2017
Sekilas tentang Bea
Meterai | Catatan Ekstens. ID http://ekstensifikasi423.blogspot.co.id/2014/08/sekilas-tentang-bea-meterai.html, Diakses 30 Mei 2017
Komentar
Posting Komentar