Makalah Perekonomian Indonesia
Dini Setyawati | 150401020027
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Progam Studi Pendidikan Ekonomi
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara.
Oleh karena itu, dalam menyikapi permasalahan negara menganut sistem ekonomi
yang sesuai dengan kondisi dan ideologi negara yang bersangkutan. Ilmu pengetahuan
dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan
perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia
sebagai slaah satu negara berkembang yang tidak akan maju selama belum
memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita.
Masalah perekonomian Indonesia akhir-akhir ini semakin menghangat dan
banyak, ahli ekonomi mungkin sekarang sedang berusaha memikirkan tentang
bagaimana seharusnya warga Indonesia agar negara ini maju dan sejahtera. Maka
dengan ini kami ingin membahas sedikit tentang masalah dan kebijakan ekonomi di
Indonesia serta memahami secara global. Interaksi ekonomi suatu Negara banyak
pula diwujudkan dalam perdagangan internasional dan kerjasama ekonomi
internasional. Tidak heran, Negara Indonesia banyak meneriama bantuan dari luar
negeri terutama saat krisis.
Dalam makalah ini tertera
berbagai masalah-masalah ekonomi yang dihadapi Negara Indonesia yaitu
permasalahan dalam sektor industri, pertanian, masalah
pangan dan pertumbuhan serta ketimpangan daerah. Dimana
sudah dibahas secara rinci dan mudah dipahami.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana Sektor Industri, Pertanian dan Masalah Pangan di Indonesia?
2.
Bagaimana Pertumbuhan dan Ketimpang Daerah di Indonesia?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
1.Untuk mengetahui bagaimana
Sektor Industri, Pertanian dan Masalah Pangan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui
Pertumbuhan dan Ketimpang Daerah di Indonesia.
1.4 MANFAAT
PENULISAN
1.
Mahasiswa mampu
memahami permasalahan perekonomian di Indonesia dan menemukan solusi atas permasalahan
tersebut.
2. Mahasiswa lebih peduli dengan masalah yang selama ini
dirasakan Negara Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
Dalam perindustrian nasional, sektor
industri, pertanian, dan masalah pangan merupakan bahasan yang paling utama
karena ketiga sektor inilah yang sangat berperan penting di dalam perindustrian
nasional. Berikut akan di bahas mengenai ketiga sektor perindustrian tersebut.
Pada tahun 2011 ada dua peristiwa penting
terkait perkembangan sektor industri nasional. Pertama, pertentangan antara
menteri perindustrian dan menteri perdagangan sosial soal kebijakan ekspor
rotan. Menteri perindustrian bersikukuh ekspor rotan harus dilarang karena
mengurangi input bagi industri pengolahan yang berbahan dasar rotan, misalnya
industri furniture. Peristiwa penting yang kedua yaitu makin menipisnya neraca
perdagangan Indonesia. Meskipun ekspor tumbuh dengan baik, namun laju impor
juga meningkat melebihi pertumbuhan ekspor.
a). Ekonomi Rimitif
Peristiwa pertama di atas merupakan
ketidakjelasan tata kelola pengembangan industri nasional. Dalam hal ini
menteri perdagangan merasa kebijakan membuka ekspor merupakan langkah tepat,
karena permintaan bahan industri furniture belum terlalu berkembang, di luar
tuntutan produsen rotan. Sebaliknya menteri perindustrian menganggap hal ini
merupakan jalan mundur sebab menjadi disinsetif bagi penciptaan nilai tambah
perekonomian. Maka dengan demikian dapat dianggap mengembalikan watak primitif,
di mana hanya mengandalkan penjualan bahan baku dengan nilai tambah rendah.
Padahal pemerintah sendiri dalam RPJP dan RPJM (juga MP3EI) sudah
menandaskan pentingnya penciptaan nilai tambah. jika prinsip itu diyakini maka
semestinya ekspor rotan dan bahan baku lainnya (gas, batu bara, kelapa sawit,
dan lainnya) harus dihentikan.
b). Rekalkulasi Liberalisme
Di luar masalah di atas, investasi
sektor industri masih sangat mengandalkan penanaman modal asing (PMA). Dalam
pohon pengembangan industri, sebetulnya sudah dibuat roadmap yang bagus, namun
tidak disertai komitmen bagi penguatan investor domestik.
Pasca dilakukan ACFTA (asean china free trade
agreement) situasi perekonomian nasional terlihst kurang menguntungkan,
khususnya dalam perdagangan internasional. Dalam koridor ACFTA itu, defisit
yang dialami Indonesia terutama berasal dari China dan Thailand. Akan tetapi
rapor yang lebih miris sebetulnya layak dialamatkan ke sektor industri, di mana
pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional (PDB) terus
menurun. Dalam hal ini ACFTA merupakan
salah satu faktor penyebab merosotnya sektor industri.
a). Peta Sektor Industri
Selama periode 2005-2010 sektor industri
hanya tumbuh 4,02%, sedangkan pada masa yang sama pertumbuhan ekonomi sebesar
5,70%. Pada tahun 2010 sendiri, sektor industri tumbuh 4,5%. Hal ini menyatakan
bahwa sudah sejak lama sektor industri bukan lagi sumber pertumbuhan ekonomi
yang penting, peranannya telah digantikan oleh non-tradeable sector. jika masuk lebih rinci lagi, struktur sektor
industri migas kian menciut peranannya terhadap sektor industri. Selama kurun
waktu 2005-2009 kontribusi industri migas terhadap PDB sebesar 9,3% dan
nonmigas sebesar 90,7%. Oleh karena itu, memang sudah masuk waktunya sektor
industri nasional lebih bertumpu kepada nonmigas. Jika dilihat secara
sub-sektor, sebetulnya sektor industri nasional selama ini hanya bertumpu
kepada empat sub-sektor industri, yakni sub-sektor peralatan, mesin dan
perlengkapan transportasi (29,04% selama periode 2005-2009), sub-sektor
makanan, minuman dan tembakau (25,50%), sub-sektor produk pupuk, kimia dan
karet (12,05%), dan sub-sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki
(10,18%). Keempat sub-sektor tersebut menyumbang sekitar 78% dari total sektor
industri. Terlihat kasat mata terlihat keunggulan industri nasional adalah
komoditas yang berbasis sektor pertanian dan sumber daya alam lainnya. Di luar itu, industri nasional hanya kuat di
sub-sektor peralatan, mesin dan transportasi. Dengan demikian, sub-sektor
itulah yang menjadi dasar pengembangan industri nasional.
b). Kebijakan Dan Kelembagaan
Dari data-data tersebut, pemerintah
sebenarnya dapat melakukan beberapa langkah sederhana untuk memperkuat sektor
industri. Pertama, memperkuat empat sub-sektor yang memiliki kontribusi
terhadap sektor industri. Kedua, pengembangan di sub-sektor lain misalnya
mutiara, batu permata, batu mulia, perhiasan imitasi, batu bara, minyak dan gas
bumi, dan bahan bakar dari bahan nuklir dan kimia.
Babak baru sektor industri, terutama
sektor industri tekstil (TPT) serta industri alas kaki, dalam menghadapi ACFTA,
mendapat angin segar dengan adanya sokongan dari bank Indonesia (BI) melalui
peluncuran komitmen untuk melepas lebel sunset industry (SI) dengan demikian,
perbankan nasional diharapkan lebih
mudah mencairkan skim kredit dengan melihat riwayat kelancaran pembayaran
kredit dari masing-masing badan usaha tanpa menimbang kategori di mana industri
tersebut bergerak.
a). Stigma Sunset Industry
SI atau industri senja selalu dilekatkan
pada industri yang tumbuh secara perlahan atau malah menunjukan penurunan
sebagai antiklimaks setelah melewati fase kejayaan.tragisnya, SI diberikan
kepada sektor-sektor tertentu secara keseluruhan tanpa melihat kapasitas badan
usaha yang bergerak di sektor tersebut. Secara lebih jauh, pemberian label ini
membuat citra seluruh badan usaha masuk dalam daftar hitam (black list). Akibatnya, status SI membuat perbankan
berkelit dalam memberikan kewajiban kemudahan pengucuran kredit pada sektor
industri. Pasalnya, kondisi SI
menghamparkan bayangan kesulitan pelaku industri melakukan penetrasi pasar
sehingga pemberian kredit dianggap terlalu berisiko. Kalangan pengusaha
menilai, pemberian label tersebut merupakan suatu bentuk ketidakadilan dari
perbankan.
b). Mendorong Kredit
Pencabutan sektor
tekstil dan alas kaki sangat dipertimbangkan karena kedua sektor ini memainkan
peranan penting dalam menjaga pasar domestik. Atas kebijakan itu, peluang
investasi baru di kedua sektor akan semakin terbuka dan berkembang karena
ditunjang oleh pembiayaan dari perbankan nasional. Dalam jangka panjang,
dukungan perbankan akan memberikan daya saing bagi industri nasional, terutama
TPT, dan alas kaki, apalagi bila ditopang dengan suku bunga kredit yang
kompetitif. Komitmen ini diharapkan akan menetralisir stigma label SI yang
telah diberikan kepada sektor ini sehingga mengakibatkan kesulitan mendapatkan
kredit.
Kecemasan terhadap masa depan ekonomi
nasional telah mendaptkan konfirmasi yang meyakinkan dari badan pusat statistik
(BPS) beberaa hari lalu. Para pengamat pengamat ekonomi sudah lama mengingatkan
bahaya involusi pertanian dan gejala deidustrialisasi sehingga diharapkan
pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan ini.
a). Tragedi Pertanian
Sektor
pertanian merupakan kisah sukses perekonomian nasional pada masa lampau. Secara
tegas GBHN yang pernah dimiliki Indonesia menempatkan sektor pertanian sebagai
pondasi pembangunan ekonomi. GBHN itu kemudiaan dirinci berdasarkan rencana
pembangunan lima tahun (Repelita), yang berisi tahap-tahap modernisasi
pembngunan sektor pertanian. Bia sejak decade 1980-an Indonesia telah bisa swasembada
beras dn memproduksi beberapa komuditas penting dalam jumlah yang besar,
seperti gula, kedelai, dan jagung.
Namun
setelah krisis 1997/1998 keadaan tiba-tiba berubah sangat cepat, secara
nasional indonesi tidak memiiki lagi paduan strategi pembangunan ekonomi yang
tegas untuk mendukung sector pertnian sebagai basis perekonomian. Secara
teknis, kebijakan ekonomi banyak didikte oleh asing , khususnya melalui
perjanjian letter of intent dengan
IMF , yang meliberalisasi sektor pertanian secara drastis.
Pada periode 2000-2004 sektor pertanian
sempat tumbuh lumayan rata-rata 3,9%, namun pada 2005 anjlok menjadi 1,79%,
pada periode itu terdapat anomali, pada 2001 sebesr 3,81% dan meningkat 5,76%
pada 2005, beruang pada 2010 menjadi 6,1% . sampai saaat ini sector pertanian
msih menyerap 41%.
b).
Cetak Biru Pembangunan
Sektor
industry juga menyumbang penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, yani sekitar
12% dan berkontribusi terhadap PDB pada kisaran 26-27%. Dengan deskripi ini ditambah ekspor membut
sektor industry memiliki posisi yag sangat baik dalam perekonomian nasional,
industry makanan dan minuman sampai saat ini masih menjadi penompang kuat untuk
perekonomian nasional
Sementara industry tekstil mengalami kemunduran karena
terlambat melakukan peremajaan teknologi, sehingga kalah dengan negara lain misalnya Cina,India, AS. Sedangkan
untuk industry elektroik Indonesia asih sangat tertinggal jauh sehingga
Indonesia hanya menjadi sasran empuk bagi pasar-pasar Negara lain khususnya
Jepang, Eropa dan AS.
Cetak
biru pengembangan sector pertanian dan industry merupakan kebutuhan mendesak
yang tidak bisa ditunda sebagai jalan pengembalian arah pembangunan ekonomi
nasional. Melihat potensi dan sumber daya ekonomi yang dimiliki, sebetulnya
pembangunan sector pertanian dan industry merupakan stu kesatuan. Jika semua
itu diolah terleih dahulu, maka sector industry bergerak penciptaan lapangan pekerjaan aakan menjadi
mudah, nilai tambah akan dapat diperoleh, ekspor menjulang tinggi. Hal yang
sangat sederhana inipun tidak kunjung dilakukan pemerintah
Peristiwa tiga tahun lalu, tepatnya pada
semester pertama 2008, sat ini berpotensi terulang lagi. Krisis minyak dan
pangan menjadi petaka bagi Indonesia saat itu karena Indonesia sudah menjadi
importer penting utuk kedua baranng tersebut, hargaa minyak hamir menembus US$
150/barel dan harga pangan melambung tak terkendali,aakibat meningkatnya harga
minyak dan pangan membuat inflasi pada tahun 2008 melambung menjadi 11,06%.
Tentu saja karena pngaan dan minyk merupakan sumber paling besar bagi
perekonomian nasional
a). Melacak Daya Beli
Tidak mudah mengidentifikasi dayaa beli
masyarakat secara rill, khususnya berkenaan dengan patokan bahwa rata-rata 50%
pendapatan rumah tangga di Indonesia dihabisan untuk kosumsi pangan , maka tidk
sulit menghtung data masyarakat khususnya msyarakat miskin. Data kemiskinan
menujukan pada 2010 persentasenya mencapai 13% atau sekitar 31,02 juta jiwa ,
kelompok ini juga diprediksi risukan harga pangan.
Dengan begitu jumlah penduduk yang
betul-betul akan mendapat beban sangat buruk dan krisis saat ini mencapai 60
juta penduduk. Kelompok ini bakal langsung terperangkap dalam kubang
kemiskinan.
b).
Trilogi Patologi Ekonomi
Dalam
soal daya beli ini, akar daari rangkaian problem itu beasal dari trilogy
penyakit ekonomi berikut, yakni kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan
pengangguran. Pada tahun 1990 kemiskiran sebesar 15,1% atau setara 27,2 juta
penduduk kala itu, 2010 penduduk miskin 13,33% setara dengan 31,02 jiwa. Ini
menunjukan tidak efektifnya pemanfaatan anggaran untuk pengurangan kemiskinan.
c).
Tiga Hirarkhi Kebijakan
Ada tiga kebijaakan yang dapat ditemppuh oleh
pemerintah untuk mengatasi problema krisis pangan, agar tidak menggrogoti daya
beli masyarakat khusunya kaum miskin : Pertama, pemerintah mesti menyiapkan
skema bantuan pangan (khususnya beras) kepada penduduk yang diidentifikasi
sebagai kelompok miskin. Kedua,
manajemen impor distribusi pangan harus dilukan secara hati-hati untuk
memastikanpasokan cukup tanpa merugikan para petani. Ketiga, melakukan
langkah besar drastis, dan sistematis untuk menempatkan kembali sector
pertanian dan industri (yang
berbasis pertanian) sebagai sektor pemimpin
di Indonesia.
Indeks
harga pagan dunia dari waktu kewaktu terus naik, bahkan akhir-akhir ini dalam
intensitas yang cukup tinggi, pada 2008 terjadi krisis yang hampir semua
komoditas pangan penting, misalnya beras, jagung, gandum, dan kedelai. Tempe
yang menjadi lauk pokok sebgin masyarakat tidak lagi menjadi barang murah tapi
menjadi komoditas yang sulit dijangkau masyarakat miskin karena harganya yang
sangat tinggi akibat harga kedelai naik.
a). Situasi Pangan Dunia
Sejak oktober 2010 harga-harga pangan
penting mengalami kenaikan dipasar internasional, misalnya minyak dan lemak,
jaagung, dan gula. Dengan situasi ini , tentu Negara-negara tidak bis mencukupi
kebutuhan kosumsi dari produksi domestic tentu berada dipihk paling rentan,
Indonesia termasuk dalam posisi yang seperti ini , karena sebagian komoditas
pangan penting juga harus dicukupi melalui impor, seperti kedelai, gula,dan
gandum. Isu inilah yang menjadi problema utama pada ekonomi 2011.
Berikutnya, negara-negara yang rentan menjadi
korban dari krisis pangan adalah Negara yang memiliki karakteristik jumlah
penduduk besar dengan pendapatan perkapita yang rendah. Apabila jumlah penduduk
besar,maka secara kuwantitas produksi yang dibutuhkan menjadi lebih besar ,
meskipun misalnya kosumsi perkapita sama atau lebih rendah dari Negara yang
penduduknya lebih sedikit. Sementara itu, Negara yang pendapatan masyarakatnya
(pendapatan perkapita) rendah, masalah pangan juga menjadi krusial untuk
diperhatikan mengingat sebagian besar kosumsi mereka habis untuk bahan pangan
Laporan yang dilansir dari bank dunia
baru-baru ini meyebutkan sekitar 44 juta penduduk dunia jatuh dalam kemiskinan
akibat kenaikan harga pangan. Situasi ini bertambah runyam karena tanpa ada
krisis pangan pun penduduk dunia sudah banyak yang terjebak dalam jurang
kemiskinan, Indonesia sendiri rentan terhadap jumlah penduduk yang mengalami
kemiskinan karena krisis pangan mencapai sekitar 100 juta penduduk.
b).
Mitigasi Krisis Pangan
Secara umum gambaran mengenai status
pangan di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: pada 2011diproyeksi padi
akan menghasilkan produksi 57,2 juta ton dan kebutuhannya 56,4 juta ton,
surplusnya tipis. Jagung produksinya juga cukup aman memenuhi kebutuhan
domestic, namun untuk kedelai masih mengalami masalah besar
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,
jika pemerintah memiliki anggran impor besar kaarena pasokan pngan yang
meilimpah, masalah saat ini produsen seluruh dunia menahan untuk menjual
komoditasnya karena sebgai antisipasi terjadinya krisis pangan.
Dalam jangka pendek sulit melakukan
kewajiban swasembada untuk beberapa komudits strategis tersebut ,sehingga opsi
impor dan perbaikan tata kelola distribusi menjadi pertarungan yang harus
dimenangkan pemerintah
Kegiatan
word economic forum (WEF) on east asia baru selesai
diselenggarakan dijakarta dengan meninggalkan banyak kesan maupun pandangan.
Salah satunya hasil kesepakatan 20% peningkatan bahan pangan, 20% penurunan
emisi, 20% pengurangan jumlah kemiskinan, sebagian besar masyarakat yang
mengalami kemiskinan adalah petani oleh Karena itu jika petani terus menglami
kemiskinan maka perekonomian Indonesia akan terganggu karena maju mundurnya
perekonomian ditentukan oleh sebagian besar dari sector pertanian.
a).
Status Ketahanan Pangan
Indonesia menjadi tuan rumah WEF on EAST
ASIA karena dianggaap memiliki dinamika ekonomi yang bagus dalam beberapa tahun
terkhir. Pada saat Negara-negra lain dihantam krisis bahan pangan pada 2008,
Indonesia malah mengalami pertumbuhan tinggi pada 2009, disaat Negara-negara
lain pertumbuhannya negtif , Indonesia beserta cina, Vietnam dan india mencatat
pertumbuhan positif ketika Negara-negara maaju sedang terkapar.
Pada
periode 2000-2004 sektor pertanian sempat tumbuh lumayan , namun pada 2005
sektor pertanian mengalami kemunduraan agak drastic, ketika pertumbuhan ekonomi
2010 dapat sedikit meningkat tapi sector pertanian menurun, celakanya sampai
saat ini sector peertanian masih tida
naik seperti yang diinginkan, dengan demikian secara perlahan dan pasi sector
ini mengalami kemunduran drastis.
Implikasi
dari kemunduran sector pertanian tersebut amat jelas , yaitu krisis pangan yang
terus mengancam. Saat ini hampir semua komuditas penting pangan harus diimpor
untuk mencukupi kebutuhan domestic, mulai dari beras, gandum, jagung, kedelai,
daging dan gula
b). Ketahanan Pangan Dan Koprasi Asing
Dengan deskripsi tersebut sangat jelas
bahwa penguatan pembangunan sector pertanian merupakan agenda penting bagi
Indonesia, sehingga dalam beberpaa aspek pararel dengan kesepakatan WEF dan
EAST ASIA tersebut, namun dalam pelaksananya banyak hal yang akan membuat skema
20-20-20 itu merugikan Indonesia.
Posisi
sebagai media cetak paling berpengaruh telah dimanfaatkan baik oleh kompas
untuk menurunkan berita utama yang terkait dengan soal-soal strategis bangsa.
Salah satunya isu yang ditampilkan pada 1 agustus 2011 tentang “kota tanpa masa
depan”, dimana penataan kota menjadi salah satu bagian yang penting, terkait
soal penataan kota tim visi 2033 bekerja sama dengan KNPI telah menyelenggrakan
lomba “ perencanaaan pembangunan dan penataan kota” yang malam penganugrahanya
dilakukan pada 26 juli 2011 lalu.
a).
Urbanisasi Premature
Kota-kotaa
diindonesia yang digambarkan serba tidak teratur, menderita kerusakan ekologis
, masalah pemukiman dan kebersihan, serta kriminlitas yang kian intensif
sesungguhnya merupakan keniscayaan akibat penumpukan beragam fungsi.implikasinya
penduduk yng mengharapkan adanya “kenaikan kelas” ekonnomi berbodong-bondong
pergi kekota untuk memperbaiki nasib hidupnya
Tapi,
apakah sesungguhnya wilayah kota betul-betul menjanjikan prospek perbikan hidup
yang berkualitas? Ternyata tidak, mereka yang memperoleh perbaikan
kesejahteraan hanyalah mereka yang bekerja disektor formal, selebihnya mereka
yang tidak tertampung dalam sector formal hanya mengais sisa dari kehidupan
sirkulasi perekonomian kota
Pertanyaanya,
mengapa kaum miskin masih mau tinggal dikota? Jawabanya mudah, didesa tempat
tinggal mereka tidak dapat menjamin kehidupan yang lebih baik. Mereka pindh
kekota bukan krena intesif kehidupan tetapi didesa mereka tertekan olh
kebutuhan ekonomi yang tak dapat tercukupi kalau hanya dengan bertani.
b).
Spirit Profitopolis
deskripsi tersebut menjelskan bahwa
sumber masyarakat kota di Indonesia sebagian besar berasal dari luar kota itu
sendiri, tapi jalan keluar menghidupkan kembali perekonomian desa merupakan
solusi paling rasional. Oleh karena itu haarus ada fase-fasenya dalam pembaangunan
ekonomi di pedesaan.
Secara lengkap kinerja ekonomi 2010
telah diumumkan oleh BPS pada 07
Februari 2010 lalu. Pertumbuhan ekonomi, seperti sudah diramalkan oleh
banyak kalangan, tumbuh lebih tinggi sari asumsi pemerintah, yakni 6,1% (asumsi
pemerintah 5,8 %). Sementara itu, apabila pembentukan PDB (Produk Domestik
Bruto) dilihat dari wilayah, maka Sumatera menyumbang 23,1%; Jawa 58,0%, Bali
dan Nusa Tenggara 2,8%; Kalimantan 2,9%; Sulawesi 4,6%, dan Maluku dan Papua
2,4% (BPS, 2011). Di luar itu, BPS juga mengumumkan pendapatan per kapita
menjadi Rp. 27 juta atau meningkat sekitar 13% dari pendapatan per kapita 2009.
a). Lesunya Sektor Riil
Sebetulnya jika dibandingkan dengan
negara-negara tetangga, seperti filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura,
pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia bukanlah angka yang cukup tinggi
karena negara-negara tetangga tersebut tumbuh di atas 8%. Namun pertumbuhan
yang diperoleh Indonesia juga tidak dapat dikatakan rendah, sebab banyak negara
lainnya yang pertumbuhan ekonominya lebih rendah daei Indoesia. Oleh karena
itu, lebih tepat apabila analisis dikaitkan dengan kontribusi sectorial maupun
neraca pembangunan daerah.
Pertama
: Pertumbuhan sector pertanian (perikanan, peternakan, perkebunan dan
kehutanan) adalah yang paling rendah (2,9%) dan sector pengakutan dan
komunikasi pertumbuhannya yang paling tinggi (13,5%). Realitas ini merupakan
kelanjutan dari pola pertumbuhan ekonomi sejak 5-7 terakhir yang selalu
bertumpu kepada non-tradeable sector, sehingga
berpotensi memunculkan persoalan yang lebih besar.
Kedua
: Sampai saat ini pun distribusi pengembangan ekonomi juga tidak mengalami
perbaikan, malah akhir-akhir ini terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera.Implikasi
dari konsentrasi di Jawa dan Sumatera sangat banyak, di antaranya orang-orang
terbaik di daerah akan pindah ke Jawa, aliran dari lur Jawa ke Jawad an daya
dukung sector pertanian/pangan di Jawa akan kian menurun. Bila proses ini
dibiarka berlarut-larut, maka akumulasi persoalan kerawanan pangan, rendahnya
mutu sumber daya manusia di daerah dan lain sebagainya.
b). Keluar
dari Perangkap
Tentu saja masalah pembangunan ekonomi
yang terjadi masih sangat banyak lagi, namun dua aspek itu merupakan bagian
penting yang harus segera ditangani jika tidak ingin muncul perangkap ekonomi,
social dan politik masa depan.
Pertama
: Pemerintah perlu secara serius mengembalikan dasar pembangunan ekonomi pada
sector pertanian dan industri. Kedua sektor ini terlalu penting diabaikan,
karena keterkaitannya dengan sumber daya ekonomi, kesempatan kerja dan potensi
ekspor.
Kedua
: Pemerintah harus merumuskan kembali penguatan sector pertanian dan industry,
khususnya dengan dukungan alokasi anggaran (APBN).
Ketiga
: Agenda penting yang harus diprioritaskan adalah keseimbangan kontribusi
pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia. Sebagian kekayaan sumber daya
alam Indonesia tersebut dibiarkan tetap miskin seperti sekarang. Pemicu
terpenting dari agenda keseimbangan pembangunan antar wilayah ini adalah
infrastruktur, investasi dn insentif kebijakan pemerintah.
Ketimpangan wilayah menjadi salah satu
maslah serius di Indonesia. Aneka rencana sudah dibuat dalam decade terakhir
untuk mengatasi persoalan tersebut, namun dalam beberapa hal justru terjadi
pemburukan. Ketimpangan pendapatan antar pulau, proporsi PDRB yang gemuk di
Jawa, Konsentrasi daerah investasi, disparitas pembangunan manusia dan lain
sebagainya merupakan tanda dari pemburukan ketimpangan wilayah tersebut.
a).
Intensitas Ketimpangan
Latar
belakang ketimpangan wilayah tersebut dapat dilihat dari beberapa data berikut
ini :
Pertama
: Investasi sebagai pemicu kegiatan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir
justru semakin mengerucut di Pulau Jawa. Pada 2006, investasi dalam negeri
(PMDN) di Pulau Jawa mencapai 63,1% dari total investasi.
Kedua
: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dianggap rahasia di balik keberhasilan
ekonomi (di luar sumbe daya ekonomi lainnya) juga menampakkan deskripsi yang
sama. 15 daerah yang memiliki IPM paling kecil hamper seluruhnya berada di luar
Pulau Jawa, kecuali provinsi Banten.
Ketiga
: akumulasi dari dua soal tersebut menghasilkan capaian ekonomi yang tidak
menggembirakan. Jika diukur dari pendapatan per kapita, maka hanya Jawa Sumtera
dan Kalimantan yang bisa dianggap pendapatannya relatif memadai; sedangkan
pulau-pulau lainnya jauh tertinggal.
b). Skenario
Capaian MP3EL
Proyek
MP3EL dilakukan dengan mengintregasikan tiga elemen utama yakni : pertama,
mengembangkan 6 koridor ekonomi (Sumatera, Jawa Kalimantan, Sulawesi, Papua dan
Bali-Nusa Tenggara); Kedua, memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi;
ketiga, memperkuat kemampuan SDM dan iptek nasional. Terakhir MP3EL juga
berambisi untuk membangun konektivitas dalam tiga area yaitu konektivitas
fisik, kelembagaan dan sosial budaya.
Jika
dikaitkan dengan problem ketimpangan pembanguna wilayah, yang menjadi salah
satu persoalan serius di negeri ini, maka prospek MP3EL dapat dianalisis dari
dua skenario berikut :
1.
Koridor ekonomi dan
konektivitas yang dibangun boleh jadi dapat menumbuhkan daerah-daerah yang
selama ini tertingal, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
2.
Pemerataan kegiatan
ekonomi antar daerah mungkin juga akan tercipta, tapi bila tidak diikuti dengan
percepatan peningkatan kualitas IPM di luar Pulau Jawa, maka penikmat pembangunan
itu tetap bukan.
Laporan Bank
dunia yang bertajuk ”curbing fraud”, corruptionand collusionin the roads
sector” (mei 2011) pantas menjadi perhatian pemerintah jika ingin pembangunan
infastruktur lekas terselesaikan dan menjadi modal pembangunan ekonomi.
Meskipun temuan bank dunia itu bukan hal yang baru, tapi diharap daya tekan
temuan tersebut membuat pemerintah benar-benar serius mengatasi masalah korupsi
dalam proyek-proyek pemerintah, khususnya pembangunan infastruktur. Sejak
adanya otonomi daerah dan demokrasi politik yang kian terbuka, ternyata soal
korupsi tidak lantas mudah terkikis. Sebaliknya, intensitas korupsi makin
massif dan mengalami perluasan hingga di daerah-daerah perluasan kewenangan
kepada daerah untuk mengelola dan menjalankan anggaran tanpa diimbangi dengan
aturan main yang komplet telah menjadi lahan subur tumbuhnya korupsi. Patologi
inilah yang sedang terjadi di Indonesia.
a).
Otonomi Daerah Dan Korupsi
Tidak ada yang
memungiri betapa pentingnya peran infastruktur dalam aktivitas ekonomi.
Dalam laporan bank dunia tersebut
ditujukan beberapa studi yang secara jelas memaparkan kaitannya diantara
keduanya. Di pedsaan india, misalnya pembangunan jalan telah meningkatkan
pertumbuhan dan produktivitas pertanian (fan, hazel, dan thorat, 1999).
Demikian pula, pembangunan jalan di china dan Thailand memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap pertumbuhan output, baik dalam kegiatan pertanian
maupun non pertanian. Dalam konteks Indonesia, proyek- proyek besar pembangunan
infastruktur(jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, dll) memang masih menempatkan
pemerintah pusat sebagai pengatur dan pengelola. Namun, proyek-proyek
infastruktur dalam skala yang lebih kecil merupakan domain pemerintah daerah
sepenuhnya. Pemda diberi kewenangan
mutlak melakukan pembangunan infastruktur anggaran sendiri maupun bekerjasama
dengan swasta. Namun, jika dilihat kondisi dan kualitas infastruktur daerah
yang kian hancur pasca-pelaksanaan otonomi daerah, maka temuan bank dunia itu
mendapatkan konfirmasi yang meyakinkan. Pemerintah pusat dan daerah bergemuruh
melakukan pembangunan infastruktur, tapi realitasnya kondisi infastruktur malah
banyak yang makin hancur. Itulah sebabnyakorupsi dianggap sebagai patologi yang
kronis dalam otonomi daerah ini, termasuk dalam pembangunan infastruktur.
Menyimak kasus ini,sebetulnya terdapat beberapa
soal serius yang harus ditangani pemerintah sehingga korupsi dalam pembangunan
infrastruktur bias direduksi. Pertama, proses
tender harus benar-benar dibuatkan aturan main yang ketat, bila perlu
dilakukan oleh lembanga indenpenden sehingga peluang terjadinya kolusi dapat
diperkecil. Seperti dimaklumi, proses tender yang tidak benar pasti akan
menjadi hulu terjadinya korupsi pada fase-fase berikutnya. Kedua, pengujian
baku mutu terhadap pengajaran proyek infrastruktur juga harus dijaga sangat
rapi dengan menggunakan prosedur yang semestinya. Ketiga, pencairantiap termin
anggaran harus melalui persetujuan pengawas pekerjaan. Pencairan tidak hanya
berdasarkan selesainya tahap pekerjaan,tapi juga telah sesuai dengan mutu
pekerjaan
b). Agenda Yang
Terabaikan
Diluar soal-soal
yang berkaitan dengan korupsi , terdapat tiga masalah besar yang menjadi batu
kerikilpembangunan infastrukturdi Indonesia.
Pertama, terdapat terdensi yang jelas bahwa pembangunan infastruktur di
Indonesia tidak terlalu ramah dengan sector pertanian dan masyarakat pedesaan. Kedua, kecemasan lainnya adalah tiadanya
pemihakan yang nyata untuk melakukan pembangunan infastruktur di luar jawa.
Saat ini sekitar 82% PDRB dikuasai jawa dan sumatera Karena konsentrasi ekonomi
terdapat di kedua pulau ihi, khususnya jawa. Oleh karena itu, upaya mengurangi
ketimpangan pembangunan ekonomi antara jawa dan luar jawa tidak akan berhasil
apabila infastruktur tidak di arahkan ke luar jawa. Sayangnya langkah ini di
abaikan oleh pemerintah. Ketiga, saat
ini pemerintah mengupayakan agar pembangunan infastruktur memakai skema PPP (
public-private partnership) karena keterbatasan anggaran. Tentu saja upaya ini
sah dilakukan, namun ada baiknya di hitung manfaatnya di masa depan, baik dari
aspek ekonomi maupun sosial.
BPS pada awal
februari 2011 lalu telah memublikasikan secara utuh kinerja ekonomi jawa timur
2010. Secara umum, data makro ekonomi jatim 2010 menunjukan gambar yang buram,
sehingga perlu terobosan kebijan yang cerdas dan kerja keras untuk mempebaiki
kinerja ekonomi di masa depan. Pertama,
pertumbuhan ekonomi jatim 2010 memang bagus(6,67%), lebih tinggi ketimbang
pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,1%( tapi inflasi jatim( 7,10%) juga
lebih tinggi dari inflasi nasional (6,96%).
a). Rapor Merah Pertanian Dan Industri
Sepanjang 2010,
seperti juga pada 2008 dan 2009, struktur pertumbuhan ekonomi jatim banyak
ditopang oleh pertumbuhan sector pengangkutan dan komunikasi (10,07%);
perdagangan, hotel, dan restoran (10,67%); serta keungan, persewaan, dan jasa
perusahaan (7,27%). Pertumbuhan sector-sektor tersebut memang penting, tetapi
kekurangannya adalah penyerapan tenaga kerjanya yang tidak terlalu besar,
meskipun pertumbuhannya tinggi. Berhasil atau tidaknya perkembangan sektor
pertanian dan industri sangat tergantung dari peran (intervensi) pemerintah
secara langsung. Ini bukan hanya terjadi di Negara berkembang, tetapi juga
berlangsung dinegara maju smapai saat ini. Oleh karena itu, muramnya sektor
pertanian dan industri di jatim menunjukan ketidakcakapan pemerintah dalam
mendorong pembangunan kedua sektor tersebut.
b). Afirmasi Kebijakan
Kemiskinan di
jatim memang terdapat tendensi terus turun setiap tahunnya, tapi tidak pernah
lebih rendah dari tara-rata kemiskinan nasional. Lebih miris lagi, dari 38
kota/kabupaten di jatim, pada 2009 hanya terdapat 5 daerah yang pendapatan per
kapitannya lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita nasional (ketika itu
pendapatan per kapita nasional sebesar 24,3 juta), yakni kota Kediri, kota
Surabaya, kabupaten gresik, kabupaten sidoarjo, dan kota malang. Selebihnya
pendapatan per kapitanya kurang dari Rp 20 juta/ tahun. Deskrpsi persoalan yang
mesti diselesaikan. Pertama, pemerintah
harus mengurus sektor pertanian
secara sungguh-sungguh karena sektor ini dihuni sebagaian besar tenaga kerja,
disamping realitas kemiskinan di jatim 64,32% berada di pedesaan.
Pemerintah
baru-baru ini telah meluncurkan “mainan baru” yang diberi nama: masterplan percepatan
dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI). Proyek baru ini menambah
daftar panjangrencana-rencanahebat yang dibuat sebelumnya, namun hingga kini
miskin realisasi, seperti roadmap
investasi dan rencana aksi pembangunan.
a).
“Not Business As Usual”
Pemerintah
sah-sah saja membuat dokumen rencana pembangunan seperti ini, namun seyogyanya
rencana tersebut harus beralan pararel dengan rencana induk pemerintah. Sejak
2005, Indonesia secara resmi telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN), yang keberadaannya dimaksudkan untuk menggantikan GBHN pada
masa orde baru. Selanjutnya, di dalam dokumen MP3EI tersebut dipakai istilah
pendekatan terobosan (breakthrough)
yang didasari oleh semangat “not business as usual”. Padahal yang dimaksud
pendekatan “tidak biasa” itu tidak lain adalah
memadukan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan
swasta dalam menjalankan pembangunan ekonomi.
b).
Penguatan Struktur Ekonomi
Di luar hal-hal
yang sifatnya konseptual di atas, konsep MP3EI juga menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan teknis dalam tiga hal penting berikut. Pertama, rencana ini hendak memacu
pertumbuhan ekonomi (7-95/tahun) dan pendapatan per kapita yang tinggi (sekitar
US$ 15.500 pada 2025). Penguatan struktur ekonomi nasional memiliki dua dimensi
penting,yakni masalah ketenagakejaan dan pilihan sector prioritas. Saat ini
struktur ekonomi nasional bermasalah karena sumbangan ekonomi terbesar berasal
dari sector non-tradeable, namun
donasi ketenagakerjaan paling banyak berasal dari sector tradeable (sector
rill). Kedua, kemerdekaan suatu
Negara dimaksudkan salah satunya-agar pemegang saham terbesar kegiatan ekonomi
berasal dari pelaku ekonomi domestic.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas kami dapat menyimpulkan seKtor industri, pertanian, dan masalah
pangan yang didalamnya terdapat bagian-bagian antara lain paradoks sector industry,
mengokohkan kembali sektor industri, sinar baru untuk sunset industry, nasib
sector pertanian dan industry krisis pangan dan daya beli masyarakat, krisis
pangan dan opsi kebijakan, WEF dan kedaulatan pangan, hidupkan desa dan tata
kota.
Jadi ketika
sebuah sektor industri mengalami perkembangan terlebih dahulu akan ada
pertentangan antara mentri perindustrian dan mentri perdagangan soal kebijan
ekspor, yang akan menyebabkan terjadinya
penurunan perekonomian nasional yang akan memicu sebuah masalah serius di
Indonesia.
3.2 SARAN
Dengan
adanya uraian diatas seharusnya mahasiswa lebih peduli dengan permasalahan
pekenomian Indonesia sehingga bisa memahami dan mencari solusi atas
permasalahan yang sedang menggeluti bangsa Indonesia. Makalah ini memberikan
pemahaman yang luas sehingga dapat membantu mahasiswa berfikir kritis dan
mencari cara agar megara Indonesia mencapaai kesejahteraan tanpa diselimuti
permasalahan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono.(1990), “Ekonomi
Mikro”,Yogyakarta: BEP
Sukirno, Sadono,
(1985). “Ekonomi Pembangunan : Proses,
masalah dan dasar kebijaksanaan”. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Komentar
Posting Komentar