Makalah Perekonomian Indonesia

Dini Setyawati | 150401020027
Fakultas Ekonomika dan Bisnis 
Progam Studi Pendidikan Ekonomi
BAB II
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara. Oleh karena itu, dalam menyikapi permasalahan negara menganut sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi dan ideologi negara yang bersangkutan. Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai slaah satu negara berkembang yang tidak akan maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita.
Masalah perekonomian Indonesia akhir-akhir ini semakin menghangat dan banyak, ahli ekonomi mungkin sekarang sedang berusaha memikirkan tentang bagaimana seharusnya warga Indonesia agar negara ini maju dan sejahtera. Maka dengan ini kami ingin membahas sedikit tentang masalah dan kebijakan ekonomi di Indonesia serta memahami secara global. Interaksi ekonomi suatu Negara banyak pula diwujudkan dalam perdagangan internasional dan kerjasama ekonomi internasional. Tidak heran, Negara Indonesia banyak meneriama bantuan dari luar negeri terutama saat krisis.
Dalam makalah ini tertera berbagai masalah-masalah ekonomi yang dihadapi Negara Indonesia yaitu permasalahan dalam sektor industri, pertanian, masalah pangan dan  pertumbuhan serta  ketimpangan daerah. Dimana sudah dibahas secara rinci dan mudah dipahami.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sektor Industri, Pertanian dan Masalah Pangan di Indonesia?
2. Bagaimana Pertumbuhan dan Ketimpang Daerah di Indonesia?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.Untuk mengetahui bagaimana Sektor Industri, Pertanian dan Masalah Pangan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Pertumbuhan dan Ketimpang Daerah di Indonesia.

1.4  MANFAAT PENULISAN
1.      Mahasiswa mampu memahami permasalahan perekonomian di Indonesia dan menemukan solusi atas permasalahan tersebut.
2.      Mahasiswa lebih peduli dengan masalah yang selama ini dirasakan Negara Indonesia.



 BAB II
PEMBAHASAN

Dalam perindustrian nasional, sektor industri, pertanian, dan masalah pangan merupakan bahasan yang paling utama karena ketiga sektor inilah yang sangat berperan penting di dalam perindustrian nasional. Berikut akan di bahas mengenai ketiga sektor perindustrian tersebut.
Pada tahun 2011 ada dua peristiwa penting terkait perkembangan sektor industri nasional. Pertama, pertentangan antara menteri perindustrian dan menteri perdagangan sosial soal kebijakan ekspor rotan. Menteri perindustrian bersikukuh ekspor rotan harus dilarang karena mengurangi input bagi industri pengolahan yang berbahan dasar rotan, misalnya industri furniture. Peristiwa penting yang kedua yaitu makin menipisnya neraca perdagangan Indonesia. Meskipun ekspor tumbuh dengan baik, namun laju impor juga meningkat melebihi pertumbuhan ekspor.
a). Ekonomi Rimitif
Peristiwa pertama di atas merupakan ketidakjelasan tata kelola pengembangan industri nasional. Dalam hal ini menteri perdagangan merasa kebijakan membuka ekspor merupakan langkah tepat, karena permintaan bahan industri furniture belum terlalu berkembang, di luar tuntutan produsen rotan. Sebaliknya menteri perindustrian menganggap hal ini merupakan jalan mundur sebab menjadi disinsetif bagi penciptaan nilai tambah perekonomian. Maka dengan demikian dapat dianggap mengembalikan watak primitif, di mana hanya mengandalkan penjualan bahan baku dengan nilai tambah rendah. Padahal pemerintah sendiri dalam RPJP dan RPJM (juga MP3EI) sudah menandaskan pentingnya penciptaan nilai tambah. jika prinsip itu diyakini maka semestinya ekspor rotan dan bahan baku lainnya (gas, batu bara, kelapa sawit, dan lainnya) harus dihentikan.
b). Rekalkulasi Liberalisme
Di luar masalah di atas, investasi sektor industri masih sangat mengandalkan penanaman modal asing (PMA). Dalam pohon pengembangan industri, sebetulnya sudah dibuat roadmap yang bagus, namun tidak disertai komitmen bagi penguatan investor domestik.



 Pasca dilakukan ACFTA (asean china free trade agreement) situasi perekonomian nasional terlihst kurang menguntungkan, khususnya dalam perdagangan internasional. Dalam koridor ACFTA itu, defisit yang dialami Indonesia terutama berasal dari China dan Thailand. Akan tetapi rapor yang lebih miris sebetulnya layak dialamatkan ke sektor industri, di mana pertumbuhan dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional (PDB) terus menurun.  Dalam hal ini ACFTA merupakan salah satu faktor penyebab merosotnya sektor industri.
a). Peta Sektor Industri
Selama periode 2005-2010 sektor industri hanya tumbuh 4,02%, sedangkan pada masa yang sama pertumbuhan ekonomi sebesar 5,70%. Pada tahun 2010 sendiri, sektor industri tumbuh 4,5%. Hal ini menyatakan bahwa sudah sejak lama sektor industri bukan lagi sumber pertumbuhan ekonomi yang penting, peranannya telah digantikan oleh non-tradeable sector. jika masuk lebih rinci lagi, struktur sektor industri migas kian menciut peranannya terhadap sektor industri. Selama kurun waktu 2005-2009 kontribusi industri migas terhadap PDB sebesar 9,3% dan nonmigas sebesar 90,7%. Oleh karena itu, memang sudah masuk waktunya sektor industri nasional lebih bertumpu kepada nonmigas. Jika dilihat secara sub-sektor, sebetulnya sektor industri nasional selama ini hanya bertumpu kepada empat sub-sektor industri, yakni sub-sektor peralatan, mesin dan perlengkapan transportasi (29,04% selama periode 2005-2009), sub-sektor makanan, minuman dan tembakau (25,50%), sub-sektor produk pupuk, kimia dan karet (12,05%), dan sub-sektor tekstil, barang dari kulit dan alas kaki (10,18%). Keempat sub-sektor tersebut menyumbang sekitar 78% dari total sektor industri. Terlihat kasat mata terlihat keunggulan industri nasional adalah komoditas yang berbasis sektor pertanian dan sumber daya alam lainnya.  Di luar itu, industri nasional hanya kuat di sub-sektor peralatan, mesin dan transportasi. Dengan demikian, sub-sektor itulah yang menjadi dasar pengembangan industri nasional.
b). Kebijakan Dan Kelembagaan
Dari data-data tersebut, pemerintah sebenarnya dapat melakukan beberapa langkah sederhana untuk memperkuat sektor industri. Pertama, memperkuat empat sub-sektor yang memiliki kontribusi terhadap sektor industri. Kedua, pengembangan di sub-sektor lain misalnya mutiara, batu permata, batu mulia, perhiasan imitasi, batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari bahan nuklir dan kimia.

Babak baru sektor industri, terutama sektor industri tekstil (TPT) serta industri alas kaki, dalam menghadapi ACFTA, mendapat angin segar dengan adanya sokongan dari bank Indonesia (BI) melalui peluncuran komitmen untuk melepas lebel sunset industry (SI) dengan demikian, perbankan nasional diharapkan   lebih mudah mencairkan skim kredit dengan melihat riwayat kelancaran pembayaran kredit dari masing-masing badan usaha tanpa menimbang kategori di mana industri tersebut bergerak.
a). Stigma Sunset Industry
SI atau industri senja selalu dilekatkan pada industri yang tumbuh secara perlahan atau malah menunjukan penurunan sebagai antiklimaks setelah melewati fase kejayaan.tragisnya, SI diberikan kepada sektor-sektor tertentu secara keseluruhan tanpa melihat kapasitas badan usaha yang bergerak di sektor tersebut. Secara lebih jauh, pemberian label ini membuat citra seluruh badan usaha masuk dalam daftar hitam (black list).  Akibatnya, status SI membuat perbankan berkelit dalam memberikan kewajiban kemudahan pengucuran kredit pada sektor industri.  Pasalnya, kondisi SI menghamparkan bayangan kesulitan pelaku industri melakukan penetrasi pasar sehingga pemberian kredit dianggap terlalu berisiko. Kalangan pengusaha menilai, pemberian label tersebut merupakan suatu bentuk ketidakadilan dari perbankan.
b). Mendorong Kredit
 Pencabutan sektor tekstil dan alas kaki sangat dipertimbangkan karena kedua sektor ini memainkan peranan penting dalam menjaga pasar domestik. Atas kebijakan itu, peluang investasi baru di kedua sektor akan semakin terbuka dan berkembang karena ditunjang oleh pembiayaan dari perbankan nasional. Dalam jangka panjang, dukungan perbankan akan memberikan daya saing bagi industri nasional, terutama TPT, dan alas kaki, apalagi bila ditopang dengan suku bunga kredit yang kompetitif. Komitmen ini diharapkan akan menetralisir stigma label SI yang telah diberikan kepada sektor ini sehingga mengakibatkan kesulitan mendapatkan kredit.  

Kecemasan terhadap masa depan ekonomi nasional telah mendaptkan konfirmasi yang meyakinkan dari badan pusat statistik (BPS) beberaa hari lalu. Para pengamat pengamat ekonomi sudah lama mengingatkan bahaya involusi pertanian dan gejala deidustrialisasi sehingga diharapkan pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan ini.
a).  Tragedi Pertanian
                                                Sektor pertanian merupakan kisah sukses perekonomian nasional pada masa lampau. Secara tegas GBHN yang pernah dimiliki Indonesia menempatkan sektor pertanian sebagai pondasi pembangunan ekonomi. GBHN itu kemudiaan dirinci berdasarkan rencana pembangunan lima tahun (Repelita), yang berisi tahap-tahap modernisasi pembngunan sektor pertanian. Bia sejak decade 1980-an Indonesia telah bisa swasembada beras dn memproduksi beberapa komuditas penting dalam jumlah yang besar, seperti gula, kedelai, dan jagung.
                                                Namun setelah krisis 1997/1998 keadaan tiba-tiba berubah sangat cepat, secara nasional indonesi tidak memiiki lagi paduan strategi pembangunan ekonomi yang tegas untuk mendukung sector pertnian sebagai basis perekonomian. Secara teknis, kebijakan ekonomi banyak didikte oleh asing , khususnya melalui perjanjian letter of intent dengan IMF , yang meliberalisasi sektor pertanian secara drastis.
Pada periode 2000-2004 sektor pertanian sempat tumbuh lumayan rata-rata 3,9%, namun pada 2005 anjlok menjadi 1,79%, pada periode itu terdapat anomali, pada 2001 sebesr 3,81% dan meningkat 5,76% pada 2005, beruang pada 2010 menjadi 6,1% . sampai saaat ini sector pertanian msih menyerap 41%.
b). Cetak Biru Pembangunan
                                                Sektor industry juga menyumbang penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, yani sekitar 12% dan berkontribusi terhadap PDB pada kisaran 26-27%. Dengan deskripi ini ditambah ekspor membut sektor industry memiliki posisi yag sangat baik dalam perekonomian nasional, industry makanan dan minuman sampai saat ini masih menjadi penompang kuat untuk perekonomian nasional
Sementara industry tekstil mengalami kemunduran karena terlambat melakukan peremajaan teknologi, sehingga kalah dengan negara lain misalnya Cina,India, AS. Sedangkan untuk industry elektroik Indonesia asih sangat tertinggal jauh sehingga Indonesia hanya menjadi sasran empuk bagi pasar-pasar Negara lain khususnya Jepang, Eropa dan AS.
                                                Cetak biru pengembangan sector pertanian dan industry merupakan kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda sebagai jalan pengembalian arah pembangunan ekonomi nasional. Melihat potensi dan sumber daya ekonomi yang dimiliki, sebetulnya pembangunan sector pertanian dan industry merupakan stu kesatuan. Jika semua itu diolah terleih dahulu, maka sector industry bergerak  penciptaan lapangan pekerjaan aakan menjadi mudah, nilai tambah akan dapat diperoleh, ekspor menjulang tinggi. Hal yang sangat sederhana inipun tidak kunjung dilakukan pemerintah

Peristiwa tiga tahun lalu, tepatnya pada semester pertama 2008, sat ini berpotensi terulang lagi. Krisis minyak dan pangan menjadi petaka bagi Indonesia saat itu karena Indonesia sudah menjadi importer penting utuk kedua baranng tersebut, hargaa minyak hamir menembus US$ 150/barel dan harga pangan melambung tak terkendali,aakibat meningkatnya harga minyak dan pangan membuat inflasi pada tahun 2008 melambung menjadi 11,06%. Tentu saja karena pngaan dan minyk merupakan sumber paling besar bagi perekonomian nasional
a). Melacak Daya Beli
Tidak mudah mengidentifikasi dayaa beli masyarakat secara rill, khususnya berkenaan dengan patokan bahwa rata-rata 50% pendapatan rumah tangga di Indonesia dihabisan untuk kosumsi pangan , maka tidk sulit menghtung data masyarakat khususnya msyarakat miskin. Data kemiskinan menujukan pada 2010 persentasenya mencapai 13% atau sekitar 31,02 juta jiwa , kelompok ini juga diprediksi risukan harga pangan.
Dengan begitu jumlah penduduk yang betul-betul akan mendapat beban sangat buruk dan krisis saat ini mencapai 60 juta penduduk. Kelompok ini bakal langsung terperangkap dalam kubang kemiskinan.
b). Trilogi Patologi Ekonomi
                               Dalam soal daya beli ini, akar daari rangkaian problem itu beasal dari trilogy penyakit ekonomi berikut, yakni kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran. Pada tahun 1990 kemiskiran sebesar 15,1% atau setara 27,2 juta penduduk kala itu, 2010 penduduk miskin 13,33% setara dengan 31,02 jiwa. Ini menunjukan tidak efektifnya pemanfaatan anggaran untuk pengurangan kemiskinan.
c). Tiga Hirarkhi Kebijakan
                          Ada tiga kebijaakan yang dapat ditemppuh oleh pemerintah untuk mengatasi problema krisis pangan, agar tidak menggrogoti daya beli masyarakat khusunya kaum miskin : Pertama, pemerintah mesti menyiapkan skema bantuan pangan (khususnya beras) kepada penduduk yang diidentifikasi sebagai kelompok miskin. Kedua, manajemen impor distribusi pangan harus dilukan secara hati-hati untuk memastikanpasokan cukup tanpa merugikan para petani. Ketiga, melakukan langkah besar drastis, dan sistematis untuk menempatkan kembali sector pertanian dan industri (yang berbasis pertanian) sebagai sektor pemimpin di Indonesia.

  Indeks harga pagan dunia dari waktu kewaktu terus naik, bahkan akhir-akhir ini dalam intensitas yang cukup tinggi, pada 2008 terjadi krisis yang hampir semua komoditas pangan penting, misalnya beras, jagung, gandum, dan kedelai. Tempe yang menjadi lauk pokok sebgin masyarakat tidak lagi menjadi barang murah tapi menjadi komoditas yang sulit dijangkau masyarakat miskin karena harganya yang sangat tinggi akibat harga kedelai naik.
a). Situasi Pangan Dunia
                  Sejak oktober 2010 harga-harga pangan penting mengalami kenaikan dipasar internasional, misalnya minyak dan lemak, jaagung, dan gula. Dengan situasi ini , tentu Negara-negara tidak bis mencukupi kebutuhan kosumsi dari produksi domestic tentu berada dipihk paling rentan, Indonesia termasuk dalam posisi yang seperti ini , karena sebagian komoditas pangan penting juga harus dicukupi melalui impor, seperti kedelai, gula,dan gandum. Isu inilah yang menjadi problema utama pada ekonomi 2011.
                 Berikutnya, negara-negara yang rentan menjadi korban dari krisis pangan adalah Negara yang memiliki karakteristik jumlah penduduk besar dengan pendapatan perkapita yang rendah. Apabila jumlah penduduk besar,maka secara kuwantitas produksi yang dibutuhkan menjadi lebih besar , meskipun misalnya kosumsi perkapita sama atau lebih rendah dari Negara yang penduduknya lebih sedikit. Sementara itu, Negara yang pendapatan masyarakatnya (pendapatan perkapita) rendah, masalah pangan juga menjadi krusial untuk diperhatikan mengingat sebagian besar kosumsi mereka habis untuk bahan pangan
                 Laporan yang dilansir dari bank dunia baru-baru ini meyebutkan sekitar 44 juta penduduk dunia jatuh dalam kemiskinan akibat kenaikan harga pangan. Situasi ini bertambah runyam karena tanpa ada krisis pangan pun penduduk dunia sudah banyak yang terjebak dalam jurang kemiskinan, Indonesia sendiri rentan terhadap jumlah penduduk yang mengalami kemiskinan karena krisis pangan mencapai sekitar 100 juta penduduk.


b). Mitigasi Krisis Pangan
               Secara umum gambaran mengenai status pangan di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: pada 2011diproyeksi padi akan menghasilkan produksi 57,2 juta ton dan kebutuhannya 56,4 juta ton, surplusnya tipis. Jagung produksinya juga cukup aman memenuhi kebutuhan domestic, namun untuk kedelai masih mengalami masalah besar
                           Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, jika pemerintah memiliki anggran impor besar kaarena pasokan pngan yang meilimpah, masalah saat ini produsen seluruh dunia menahan untuk menjual komoditasnya karena sebgai antisipasi terjadinya krisis pangan.
                          Dalam jangka pendek sulit melakukan kewajiban swasembada untuk beberapa komudits strategis tersebut ,sehingga opsi impor dan perbaikan tata kelola distribusi menjadi pertarungan yang harus dimenangkan pemerintah
          Kegiatan word economic forum (WEF) on east asia baru selesai diselenggarakan dijakarta dengan meninggalkan banyak kesan maupun pandangan. Salah satunya hasil kesepakatan 20% peningkatan bahan pangan, 20% penurunan emisi, 20% pengurangan jumlah kemiskinan, sebagian besar masyarakat yang mengalami kemiskinan adalah petani oleh Karena itu jika petani terus menglami kemiskinan maka perekonomian Indonesia akan terganggu karena maju mundurnya perekonomian ditentukan oleh sebagian besar dari sector pertanian.
a).  Status Ketahanan Pangan
              Indonesia menjadi tuan rumah WEF on EAST ASIA karena dianggaap memiliki dinamika ekonomi yang bagus dalam beberapa tahun terkhir. Pada saat Negara-negra lain dihantam krisis bahan pangan pada 2008, Indonesia malah mengalami pertumbuhan tinggi pada 2009, disaat Negara-negara lain pertumbuhannya negtif , Indonesia beserta cina, Vietnam dan india mencatat pertumbuhan positif ketika Negara-negara maaju sedang terkapar.
                                Pada periode 2000-2004 sektor pertanian sempat tumbuh lumayan , namun pada 2005 sektor pertanian mengalami kemunduraan agak drastic, ketika pertumbuhan ekonomi 2010 dapat sedikit meningkat tapi sector pertanian menurun, celakanya sampai saat ini  sector peertanian masih tida naik seperti yang diinginkan, dengan demikian secara perlahan dan pasi sector ini mengalami kemunduran drastis.
                             Implikasi dari kemunduran sector pertanian tersebut amat jelas , yaitu krisis pangan yang terus mengancam. Saat ini hampir semua komuditas penting pangan harus diimpor untuk mencukupi kebutuhan domestic, mulai dari beras, gandum, jagung, kedelai, daging dan gula
b).  Ketahanan Pangan Dan Koprasi Asing
Dengan deskripsi tersebut sangat jelas bahwa penguatan pembangunan sector pertanian merupakan agenda penting bagi Indonesia, sehingga dalam beberpaa aspek pararel dengan kesepakatan WEF dan EAST ASIA tersebut, namun dalam pelaksananya banyak hal yang akan membuat skema 20-20-20 itu merugikan Indonesia.

                 Posisi sebagai media cetak paling berpengaruh telah dimanfaatkan baik oleh kompas untuk menurunkan berita utama yang terkait dengan soal-soal strategis bangsa. Salah satunya isu yang ditampilkan pada 1 agustus 2011 tentang “kota tanpa masa depan”, dimana penataan kota menjadi salah satu bagian yang penting, terkait soal penataan kota tim visi 2033 bekerja sama dengan KNPI telah menyelenggrakan lomba “ perencanaaan pembangunan dan penataan kota” yang malam penganugrahanya dilakukan pada 26 juli 2011 lalu.
          a). Urbanisasi Premature
                               Kota-kotaa diindonesia yang digambarkan serba tidak teratur, menderita kerusakan ekologis , masalah pemukiman dan kebersihan, serta kriminlitas yang kian intensif sesungguhnya merupakan keniscayaan akibat penumpukan beragam fungsi.implikasinya penduduk yng mengharapkan adanya “kenaikan kelas” ekonnomi berbodong-bondong pergi kekota untuk memperbaiki nasib hidupnya
                               Tapi, apakah sesungguhnya wilayah kota betul-betul menjanjikan prospek perbikan hidup yang berkualitas? Ternyata tidak, mereka yang memperoleh perbaikan kesejahteraan hanyalah mereka yang bekerja disektor formal, selebihnya mereka yang tidak tertampung dalam sector formal hanya mengais sisa dari kehidupan sirkulasi perekonomian kota
                               Pertanyaanya, mengapa kaum miskin masih mau tinggal dikota? Jawabanya mudah, didesa tempat tinggal mereka tidak dapat menjamin kehidupan yang lebih baik. Mereka pindh kekota bukan krena intesif kehidupan tetapi didesa mereka tertekan olh kebutuhan ekonomi yang tak dapat tercukupi kalau hanya dengan bertani.
b). Spirit Profitopolis
deskripsi tersebut menjelskan bahwa sumber masyarakat kota di Indonesia sebagian besar berasal dari luar kota itu sendiri, tapi jalan keluar menghidupkan kembali perekonomian desa merupakan solusi paling rasional. Oleh karena itu haarus ada fase-fasenya dalam pembaangunan ekonomi di pedesaan.
Secara lengkap kinerja ekonomi 2010 telah diumumkan oleh BPS pada 07  Februari 2010 lalu. Pertumbuhan ekonomi, seperti sudah diramalkan oleh banyak kalangan, tumbuh lebih tinggi sari asumsi pemerintah, yakni 6,1% (asumsi pemerintah 5,8 %). Sementara itu, apabila pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dilihat dari wilayah, maka Sumatera menyumbang 23,1%; Jawa 58,0%, Bali dan Nusa Tenggara 2,8%; Kalimantan 2,9%; Sulawesi 4,6%, dan Maluku dan Papua 2,4% (BPS, 2011). Di luar itu, BPS juga mengumumkan pendapatan per kapita menjadi Rp. 27 juta atau meningkat sekitar 13% dari pendapatan per kapita 2009.
a).  Lesunya Sektor Riil
Sebetulnya jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura, pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia bukanlah angka yang cukup tinggi karena negara-negara tetangga tersebut tumbuh di atas 8%. Namun pertumbuhan yang diperoleh Indonesia juga tidak dapat dikatakan rendah, sebab banyak negara lainnya yang pertumbuhan ekonominya lebih rendah daei Indoesia. Oleh karena itu, lebih tepat apabila analisis dikaitkan dengan kontribusi sectorial maupun neraca pembangunan daerah.
Pertama : Pertumbuhan sector pertanian (perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan) adalah yang paling rendah (2,9%) dan sector pengakutan dan komunikasi pertumbuhannya yang paling tinggi (13,5%). Realitas ini merupakan kelanjutan dari pola pertumbuhan ekonomi sejak 5-7 terakhir yang selalu bertumpu kepada non-tradeable sector, sehingga berpotensi memunculkan persoalan yang lebih besar.
Kedua : Sampai saat ini pun distribusi pengembangan ekonomi juga tidak mengalami perbaikan, malah akhir-akhir ini terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera.Implikasi dari konsentrasi di Jawa dan Sumatera sangat banyak, di antaranya orang-orang terbaik di daerah akan pindah ke Jawa, aliran dari lur Jawa ke Jawad an daya dukung sector pertanian/pangan di Jawa akan kian menurun. Bila proses ini dibiarka berlarut-larut, maka akumulasi persoalan kerawanan pangan, rendahnya mutu sumber daya manusia di daerah dan lain sebagainya.
b).  Keluar dari Perangkap
Tentu saja masalah pembangunan ekonomi yang terjadi masih sangat banyak lagi, namun dua aspek itu merupakan bagian penting yang harus segera ditangani jika tidak ingin muncul perangkap ekonomi, social dan politik masa depan.
Pertama : Pemerintah perlu secara serius mengembalikan dasar pembangunan ekonomi pada sector pertanian dan industri. Kedua sektor ini terlalu penting diabaikan, karena keterkaitannya dengan sumber daya ekonomi, kesempatan kerja dan potensi ekspor.
Kedua : Pemerintah harus merumuskan kembali penguatan sector pertanian dan industry, khususnya dengan dukungan alokasi anggaran (APBN).
Ketiga : Agenda penting yang harus diprioritaskan adalah keseimbangan kontribusi pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia. Sebagian kekayaan sumber daya alam Indonesia tersebut dibiarkan tetap miskin seperti sekarang. Pemicu terpenting dari agenda keseimbangan pembangunan antar wilayah ini adalah infrastruktur, investasi dn insentif kebijakan pemerintah.

2.2.1 Ketimpangan Wilayah Dan Mp3el
Ketimpangan wilayah menjadi salah satu maslah serius di Indonesia. Aneka rencana sudah dibuat dalam decade terakhir untuk mengatasi persoalan tersebut, namun dalam beberapa hal justru terjadi pemburukan. Ketimpangan pendapatan antar pulau, proporsi PDRB yang gemuk di Jawa, Konsentrasi daerah investasi, disparitas pembangunan manusia dan lain sebagainya merupakan tanda dari pemburukan ketimpangan wilayah tersebut.
a). Intensitas Ketimpangan
                 Latar belakang ketimpangan wilayah tersebut dapat dilihat dari beberapa data berikut ini :
Pertama : Investasi sebagai pemicu kegiatan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir justru semakin mengerucut di Pulau Jawa. Pada 2006, investasi dalam negeri (PMDN) di Pulau Jawa mencapai 63,1% dari total investasi.
Kedua : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dianggap rahasia di balik keberhasilan ekonomi (di luar sumbe daya ekonomi lainnya) juga menampakkan deskripsi yang sama. 15 daerah yang memiliki IPM paling kecil hamper seluruhnya berada di luar Pulau Jawa, kecuali provinsi Banten.
Ketiga : akumulasi dari dua soal tersebut menghasilkan capaian ekonomi yang tidak menggembirakan. Jika diukur dari pendapatan per kapita, maka hanya Jawa Sumtera dan Kalimantan yang bisa dianggap pendapatannya relatif memadai; sedangkan pulau-pulau lainnya jauh tertinggal.
b).  Skenario Capaian MP3EL
                 Proyek MP3EL dilakukan dengan mengintregasikan tiga elemen utama yakni : pertama, mengembangkan 6 koridor ekonomi (Sumatera, Jawa Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Bali-Nusa Tenggara); Kedua, memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi; ketiga, memperkuat kemampuan SDM dan iptek nasional. Terakhir MP3EL juga berambisi untuk membangun konektivitas dalam tiga area yaitu konektivitas fisik, kelembagaan dan sosial budaya.
                 Jika dikaitkan dengan problem ketimpangan pembanguna wilayah, yang menjadi salah satu persoalan serius di negeri ini, maka prospek MP3EL dapat dianalisis dari dua skenario berikut :
1.        Koridor ekonomi dan konektivitas yang dibangun boleh jadi dapat menumbuhkan daerah-daerah yang selama ini tertingal, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
2.        Pemerataan kegiatan ekonomi antar daerah mungkin juga akan tercipta, tapi bila tidak diikuti dengan percepatan peningkatan kualitas IPM di luar Pulau Jawa, maka penikmat pembangunan itu tetap bukan.

Laporan Bank dunia yang bertajuk ”curbing fraud”, corruptionand collusionin the roads sector” (mei 2011) pantas menjadi perhatian pemerintah jika ingin pembangunan infastruktur lekas terselesaikan dan menjadi modal pembangunan ekonomi. Meskipun temuan bank dunia itu bukan hal yang baru, tapi diharap daya tekan temuan tersebut membuat pemerintah benar-benar serius mengatasi masalah korupsi dalam proyek-proyek pemerintah, khususnya pembangunan infastruktur. Sejak adanya otonomi daerah dan demokrasi politik yang kian terbuka, ternyata soal korupsi tidak lantas mudah terkikis. Sebaliknya, intensitas korupsi makin massif dan mengalami perluasan hingga di daerah-daerah perluasan kewenangan kepada daerah untuk mengelola dan menjalankan anggaran tanpa diimbangi dengan aturan main yang komplet telah menjadi lahan subur tumbuhnya korupsi. Patologi inilah yang sedang terjadi di Indonesia.
a). Otonomi Daerah Dan Korupsi
Tidak ada yang memungiri betapa pentingnya peran infastruktur dalam aktivitas ekonomi. Dalam  laporan bank dunia tersebut ditujukan beberapa studi yang secara jelas memaparkan kaitannya diantara keduanya. Di pedsaan india, misalnya pembangunan jalan telah meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas pertanian (fan, hazel, dan thorat, 1999). Demikian pula, pembangunan jalan di china dan Thailand memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan output, baik dalam kegiatan pertanian maupun non pertanian. Dalam konteks Indonesia, proyek- proyek besar pembangunan infastruktur(jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, dll) memang masih menempatkan pemerintah pusat sebagai pengatur dan pengelola. Namun, proyek-proyek infastruktur dalam skala yang lebih kecil merupakan domain pemerintah daerah sepenuhnya. Pemda diberi  kewenangan mutlak melakukan pembangunan infastruktur anggaran sendiri maupun bekerjasama dengan swasta. Namun, jika dilihat kondisi dan kualitas infastruktur daerah yang kian hancur pasca-pelaksanaan otonomi daerah, maka temuan bank dunia itu mendapatkan konfirmasi yang meyakinkan. Pemerintah pusat dan daerah bergemuruh melakukan pembangunan infastruktur, tapi realitasnya kondisi infastruktur malah banyak yang makin hancur. Itulah sebabnyakorupsi dianggap sebagai patologi yang kronis dalam otonomi daerah ini, termasuk dalam pembangunan infastruktur. Menyimak kasus ini,sebetulnya  terdapat beberapa soal serius yang harus ditangani pemerintah sehingga korupsi dalam pembangunan infrastruktur bias direduksi. Pertama, proses  tender harus benar-benar dibuatkan aturan main yang ketat, bila perlu dilakukan oleh lembanga indenpenden sehingga peluang terjadinya kolusi dapat diperkecil. Seperti dimaklumi, proses tender yang tidak benar pasti akan menjadi hulu terjadinya korupsi pada fase-fase berikutnya. Kedua, pengujian baku mutu terhadap pengajaran proyek infrastruktur juga harus dijaga sangat rapi dengan menggunakan prosedur yang semestinya. Ketiga, pencairantiap termin anggaran harus melalui persetujuan pengawas pekerjaan. Pencairan tidak hanya berdasarkan selesainya tahap pekerjaan,tapi juga telah sesuai dengan mutu pekerjaan
b).  Agenda Yang Terabaikan
Diluar soal-soal yang berkaitan dengan korupsi , terdapat tiga masalah besar yang menjadi batu kerikilpembangunan infastrukturdi Indonesia. Pertama, terdapat terdensi yang jelas bahwa pembangunan infastruktur di Indonesia tidak terlalu ramah dengan sector pertanian dan masyarakat pedesaan. Kedua, kecemasan lainnya adalah tiadanya pemihakan yang nyata untuk melakukan pembangunan infastruktur di luar jawa. Saat ini sekitar 82% PDRB dikuasai jawa dan sumatera Karena konsentrasi ekonomi terdapat di kedua pulau ihi, khususnya jawa. Oleh karena itu, upaya mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antara jawa dan luar jawa tidak akan berhasil apabila infastruktur tidak di arahkan ke luar jawa. Sayangnya langkah ini di abaikan oleh pemerintah. Ketiga, saat ini pemerintah mengupayakan agar pembangunan infastruktur memakai skema PPP ( public-private partnership) karena keterbatasan anggaran. Tentu saja upaya ini sah dilakukan, namun ada baiknya di hitung manfaatnya di masa depan, baik dari aspek ekonomi maupun sosial.

BPS pada awal februari 2011 lalu telah memublikasikan secara utuh kinerja ekonomi jawa timur 2010. Secara umum, data makro ekonomi jatim 2010 menunjukan gambar yang buram, sehingga perlu terobosan kebijan yang cerdas dan kerja keras untuk mempebaiki kinerja ekonomi di masa depan. Pertama, pertumbuhan ekonomi jatim 2010 memang bagus(6,67%), lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,1%( tapi inflasi jatim( 7,10%) juga lebih tinggi dari inflasi nasional (6,96%).
a). Rapor Merah Pertanian Dan Industri
Sepanjang 2010, seperti juga pada 2008 dan 2009, struktur pertumbuhan ekonomi jatim banyak ditopang oleh pertumbuhan sector pengangkutan dan komunikasi (10,07%); perdagangan, hotel, dan restoran (10,67%); serta keungan, persewaan, dan jasa perusahaan (7,27%). Pertumbuhan sector-sektor tersebut memang penting, tetapi kekurangannya adalah penyerapan tenaga kerjanya yang tidak terlalu besar, meskipun pertumbuhannya tinggi. Berhasil atau tidaknya perkembangan sektor pertanian dan industri sangat tergantung dari peran (intervensi) pemerintah secara langsung. Ini bukan hanya terjadi di Negara berkembang, tetapi juga berlangsung dinegara maju smapai saat ini. Oleh karena itu, muramnya sektor pertanian dan industri di jatim menunjukan ketidakcakapan pemerintah dalam mendorong pembangunan kedua sektor tersebut.
b). Afirmasi Kebijakan
Kemiskinan di jatim memang terdapat tendensi terus turun setiap tahunnya, tapi tidak pernah lebih rendah dari tara-rata kemiskinan nasional. Lebih miris lagi, dari 38 kota/kabupaten di jatim, pada 2009 hanya terdapat 5 daerah yang pendapatan per kapitannya lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita nasional (ketika itu pendapatan per kapita nasional sebesar 24,3 juta), yakni kota Kediri, kota Surabaya, kabupaten gresik, kabupaten sidoarjo, dan kota malang. Selebihnya pendapatan per kapitanya kurang dari Rp 20 juta/ tahun. Deskrpsi persoalan yang mesti diselesaikan. Pertama, pemerintah harus mengurus sektor pertanian secara sungguh-sungguh karena sektor ini dihuni sebagaian besar tenaga kerja, disamping realitas kemiskinan di jatim 64,32% berada di pedesaan.

Pemerintah baru-baru ini telah meluncurkan “mainan baru” yang diberi nama: masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI). Proyek baru ini menambah daftar panjangrencana-rencanahebat yang dibuat sebelumnya, namun hingga kini miskin realisasi, seperti roadmap investasi dan rencana aksi pembangunan.
a). “Not Business As Usual”
Pemerintah sah-sah saja membuat dokumen rencana pembangunan seperti ini, namun seyogyanya rencana tersebut harus beralan pararel dengan rencana induk pemerintah. Sejak 2005, Indonesia secara resmi telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang keberadaannya dimaksudkan untuk menggantikan GBHN pada masa orde baru. Selanjutnya, di dalam dokumen MP3EI tersebut dipakai istilah pendekatan terobosan (breakthrough) yang didasari oleh semangat “not business as usual”. Padahal yang dimaksud pendekatan “tidak biasa” itu tidak lain adalah  memadukan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta dalam menjalankan pembangunan ekonomi.
b). Penguatan Struktur Ekonomi
Di luar hal-hal yang sifatnya konseptual di atas, konsep MP3EI juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan teknis dalam tiga hal penting berikut. Pertama, rencana ini hendak memacu pertumbuhan ekonomi (7-95/tahun) dan pendapatan per kapita yang tinggi (sekitar US$ 15.500 pada 2025). Penguatan struktur ekonomi nasional memiliki dua dimensi penting,yakni masalah ketenagakejaan dan pilihan sector prioritas. Saat ini struktur ekonomi nasional bermasalah karena sumbangan ekonomi terbesar berasal dari sector non-tradeable, namun donasi ketenagakerjaan paling banyak berasal dari sector tradeable (sector rill). Kedua, kemerdekaan suatu Negara dimaksudkan salah satunya-agar pemegang saham terbesar kegiatan ekonomi berasal dari pelaku ekonomi domestic.



BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas kami dapat menyimpulkan seKtor industri, pertanian, dan masalah pangan yang didalamnya terdapat bagian-bagian antara lain paradoks sector industry, mengokohkan kembali sektor industri, sinar baru untuk sunset industry, nasib sector pertanian dan industry krisis pangan dan daya beli masyarakat, krisis pangan dan opsi kebijakan, WEF dan kedaulatan pangan, hidupkan desa dan tata kota.
Jadi ketika sebuah sektor industri mengalami perkembangan terlebih dahulu akan ada pertentangan antara mentri perindustrian dan mentri perdagangan soal kebijan ekspor,  yang akan menyebabkan terjadinya penurunan perekonomian nasional yang akan memicu sebuah masalah serius di Indonesia.
3.2 SARAN
                                    Dengan adanya uraian diatas seharusnya mahasiswa lebih peduli dengan permasalahan pekenomian Indonesia sehingga bisa memahami dan mencari solusi atas permasalahan yang sedang menggeluti bangsa Indonesia. Makalah ini memberikan pemahaman yang luas sehingga dapat membantu mahasiswa berfikir kritis dan mencari cara agar megara Indonesia mencapaai kesejahteraan tanpa diselimuti permasalahan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA
Boediono.(1990), “Ekonomi Mikro”,Yogyakarta: BEP
Sukirno, Sadono, (1985). “Ekonomi Pembangunan : Proses, masalah dan dasar kebijaksanaan”. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.




































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Bimbingan Dan Konseling

Materi Ekonomi Publik (Eksternalitas)

Contoh Bisnis Plang (Uasaha Jamur Krispi)